Denpasar (KitaIndonesia.Com) – Pertanian tidak lagi menjadi lapangan pekerjaan primadona belakangan ini. Kemajuan teknologi yang demikian cepat, membuat sektor pertanian semakin terpinggirkan.
Fenomena ini terlihat nyata di Bali. Apalagi khusus untuk Bali, agrikultur berbentur dengan industri pariwisata yang memang digandrungi oleh sebagian besar masyarakatnya. Ini menjadi tantangan terbesar pemerintah beserta Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Bali, agar bisa sejajarkan pertanian dengan pariwisata.
Demikian disampaikan oleh Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace) saat menerima HKTI Provinsi Bali yang dipimpin oleh Prof Dr Nyoman Suparta, di Kantor Gubernur Bali, Denpasar, Senin (28/10/2019).
“Sebenarnya di Bali ini pasar ada, permintaan untuk bahan pertanian cukup besar. Tinggal bagaimana kita menyambut permintaan tersebut,” tutur Cok Ace.
Ia mencontohkan di industri pariwisata, di mana permintaan akan produk pertanian cukup besar. Apalagi sejak pemerintah mengeluarkan Pergub Nomor 99 Tahun 2018 Tentang Pemasaran Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali.
Di sini petani bisa menyambut baik dengan menyuplai berbagai macam produk pertanian. Apalagi, hasil pertanian Bali tidak kalah dengan hasil impor, termasuk soal industri makanan Bali.
“Anggap saja industri anggur kita yang tidak kalah bagusnya dengan produk impor. Harusnya petani anggur bisa ambil bagian dengan menyuplai anggur segar. Selain itu menjadi tugas pemerintah juga untuk mensejajarkan produk-produk kearifan lokal Bali. Misalnya, kenapa harga sake dan arak Bali di restoran bintang lima bisa beda? Harusnya kita bisa mensejajarkan hal itu,” ucapnya.
Wakil gubernur menambahkan, peranan anak muda di bidang pertanian sangat diperlukan. Sentuhan milenial bisa menambah nilai jual pertanian.
“Anggap saja produk-produk pertanian kita diberi packaging yang menarik, itu bisa menambah nilai jual untu wisatawan dan hotel juga,” tandasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Wagub Cok Ace menekankan ingin mengubah paradigma petani yang kumuh dan lusuh menjadi pertanian modern. Jika hal itu bisa diterapkan, ia yakin bahwa permasalahan alih fungsi lahan yang marak di Bali bisa dikurangi.
“Tiap tahun sekitar 1.000 ha lahan pertanian kita beralih fungsi. Jika sistem pertanian modern bisa diintensifkan, saya yakin hal tersebut bisa diatasi,” tandas Wagub Cok Ace.
Hal lain yang ditekankan dalam kesempatan tersebut adalah mengangkat pertanian untuk mendapat pengakuan Warisan Budaya Dunia (WBD) oleh UNESCO. Untuk itu, ia berharap HKTI bisa menggelar FGD dalam waktu dekat.
Sebelumnya, Ketua HKTI Provinsi Bali Nyoman Suparta mengakui bahwa pertanian di Bali mengalami degradasi dari tahun ke tahun.
“Meskipun ini merupakan tantangan yang susah, saya ingin tetap berupaya keras hingga akhir periode kepemimpinan saya,” ujarnya.
Ia juga mengaku tengah menyiapkan SDM petani agar siap memenuhi permintaan industri pariwisata di bidang produk lokal. Mengenai usulan WBD ke UNESCO, pihaknya tengah mengupayakan, apalagi sejak ditetapkannya Jatiluwih sebagai Warisan Budaya Dunia.
“Menurut kami tidak hanya Jatiluwih saja, namun situs lain juga harus diikutkan, karena hal itu merupakan satu kesatuan, yaitu Danau Batur, Pura Taman Ayun dan Tukad Pakerisan. Keempat situs tersebut yang membentuk pertanian Bali seperti sekarang,” bebernya. (KI4)