Denpasar (KitaIndonesia.Com) – Sri Dharen selaku kuasa Dilshold Alimov (33), warga asing asal Uzbekistan yang tengah duduk di kursi persidangan atas sangkaan kasus pencurian sesuai Pasal 362 KUHP tak bisa menutupi kekecewaannya.
Hal itu dikarenakan majelis hakim Pengadilan Negeri Denpasar yang menangani perkara ini menolak ketika ia hendak menghadirkan ahli pidana dalam persidangan.
“Selaku kuasa hukum saya keberatan karena majelis hakim tidak memberikan kesempatan kami untuk menghadirkan ahli pidana pada hari Selasa (22/3/2022) depan,” ucapnya, Kamis (17/3/2022) di Denpasar.
Sementara lanjutnya, majelis hakim justru memberi kesempatan dua kali kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menghadirkan saksi. Hal ini yang membuatnya kecewa.
Dikatakan Dharen, alasan majelis hakim menolak dihadirkan ahli pidana oleh kuasa hukum terdakwa dikarenakan mereka tidak punya waktu untuk melakukan pemeriksaan dan putusan sebelum tanggal 11 April 2022 lantaran masa tahanan habis.
“Kalau memang tidak yakin, bebaskan klien saya, atau tangguhkan saja daripada kita dimakan waktu hanya untuk kepentingan mereka. Kan semestinya dari awal mereka kencang bukan dibuat mepet waktu persidangan kalau akhirnya seperti ini,” tuturnya.
Sri Dharen mengaku pihaknya banyak dirugikan dalam hal ini. Karena ia belum menghadirkan ahli pidana sementara ahli perdata yang telah dihadirkan jaksa, berkomentar terkait pidana.
“Saksi ahli saya bilang tidak ada unsur pidana lho dalam perkara yang menjerat klien saya ini,” tegasnya.
Ditambahkan oleh Dharen, semestinya hari ini ia menghadirkan ahli pidana dalam sidang. Dikarenakan ada acara keagamaan, ahli pidana tersebut tidak bisa datang dan menyatakan akan hadir di persidangan, Selasa (22/3/2022) depan.
Namun dengan alasan waktu tidak cukup, majelis hakim Pengadilan Negeri Denpasar yang menangani perkara ini menolak permintaan tersebut.
Sri Dharen lantas menceritakan, kasus ini bermula ketika Dilshold Alimov mendirikan PT Peak Solutions Indonesia yang bergerak di bidang konsultan visa, KITAS, akunting, BPJS, pajak serta pasport bagi orang asing yang datang ke Bali.
Lantaran orang asing, ia kemudian bekerjasama dengan warga negara Indonesia berinisial F, yang selanjutnya menjabat sebagai direktur, sedangkan Dilshold Alimov bertindak selaku komisaris perusahaan.
Setelah beberapa tahun berjalan, sekitar bulan September 2021 terjadi konflik internal perusahaan antara Dilshold Alimov dengan F.
Di mana Dilshold Alimove menduga adanya transaksi keuangan yang mencurigakan dari bulan September 2020 sampai dengan bulan September 2021.
Sehingga Dilshold Alimove kemudian meminta pertanggujabawan laporan keuangan kepada F selaku direktur perusahaan.
“Akan tetapi, F tidak memberikan tanggapan dan pertanggungjawaban laporan keuangan sebagaimana mestinya,” terang Sri Dharen.
Meski tidak memperoleh tanggapan dari F, Dilshold Alimove mencoba sabar dengan terus menghubungi F agar melaporkan transaksi keuangan secara lengkap.
Singkat cerita, Dilshold Alimove kemudian datang ke PT Peak Solutions Indonesia pada tanggal 29 Oktober 2021. Kedatangannya untuk bertemu dengan F, sebagaimana saran dari pihak kepolisian.
Namun 3 jam ditunggu, F tidak muncul ke kantor PT Peak Solutions Indonesia. Bahkan ketika dihubungi, F tidak memberi jawaban.
Lama tak ada kepastian dari F, Dilshold Alimove lalu mengambil dokumen di kantor tersebut untuk mengetahui laporan keuangan dan aktivitas perusahaan, guna dicocokkan dengan dokumen yang ia pegang.
Namun anehnya, Dilshold Alimove selaku pendiri perusahaan justru dilaporkan ke polisi dan dijadikan tersangka atas kasus dugaan pencurian. Padahal saat itu ada karyawan lain, dan dokumen yang diambil untuk diaudit juga ada di meja.
“Oleh karenanya, kami mohon majelis hakim untuk memberi keadilan yang seadil-adilnya kepada klien kita,” ucap Sri Dharen. (*)