Suasana sidang lanjutan perkara tanah Kerangan, yang berlangsung di Pengadilan Negeri Kupang, Rabu 21 April 2021. (istimewa)

Sidang Perkara Tanah Kerangan, Dokumen Asli dari Pemkab Manggarai Barat Hilang di Kanwil BPN NTT

Kupang (KitaIndonesia.Com) – Sidang lanjutan perkara tindak pidana korupsi pengalihan aset tanah milik Pemkab Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terletak di Kerangan, Labuan Bajo, kembali digelar Rabu 21 April 2021.

Semula, sidang dijadwalkan berlangsung di Pengadilan Tipikor Kupang, Jalan RA Kartini, Kupang. Namun karena jaringan internet bermasalah, sidang diputuskan digelar di Pengadilan Negeri Kupang, Jalan Palapa, Kupang.

Untuk sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) kembali menghadirkan saksi Resdiana Ndapamerang, yang pada tahun 2015 menjabat sebagai Kepala Bidang Pemetaan dan Pengukuran Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi NTT; serta saksi Yuvianti Suki, yang pada tahun 2015 menjabat sebagai Kepala Seksi Pengukuran Kanwil BPN Provinsi NTT.

Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Wari Juniati serta Hakim Anggota Ibnu Choliq serta Gustap P Marpaung ini dilaksanakan secara virtual untuk para terdakwa masing-masing Agustinus Ch Dulla, Ambrosius Sukur, Marten Ndeo, Caitano Soares, Abdullah Nur, Afrizal, Muhmad Achyar, Veronika Syukur, dan Theresia Dewi Koroh Dimu.

Menjawab pertanyaan JPU terkait surat permohonon dari Pemkab Manggarai Barat, saksi Resdiana Ndapamerang menjelaskan bahwa dirinya memang mengetahuinya. Surat dimaksud merupakan surat permohonan penyertifikatan tanah yang diajukan melalui BPN Kabupaten Manggarai Barat disertai dokumen lampiran data yuridis dan data fisik.

Dari hasil pemeriksaan dokumen yang dilakukan oleh saksi selaku Kepala Bidang Pemetaan dan Pengukuran Kanwil BPN Provinsi NTT ketika itu, dokumen tersebut layak dan memenuhi syarat untuk diproses lebih lanjut.

“Apakah juga saksi ada membuat perincian biaya?” tanya JPU, Hendrik Tiip.

Menjawab hal itu, saksi Resdiana Ndapamerang menjelaskan bahwa dirinya memang membuat rincian biaya untuk operasional pengukuran. Jumlahnya lebih kurang Rp17 juta, di mana rincian biaya operasional sejumlah Rp15 juta yang dibayar oleh Pemda Kabupaten Manggarai Barat melalui terdakwa Ambrosius Sukur.

“Apakah dari hasil pengukuran staf Pak Baliyo Mulyono sudah dilaporkan kepada saksi dan apa isi laporannya?” tanya JPU Hendrik Tiip, lagi.

“Setahu saya, Pak Baliyo ada buat laporan tertulis, bahwa sudah selesai ukur di lapangan dan yang nunjuk patok dan batas adalah pemohon dalam hal ini Pak Ambrosius Sukur. Dan hasil pengukuran di lapangan 28 hektar lebih, karena tidak ukur bagian selatan karena kata Pak Ambrosius bahwa itu tanah masyarakat, tetapi tidak diberitahu tanah atas nama siapa,” jawab saksi Resdiana Ndapamerang.

“Dan oleh Pak Kakanwil memerintahkan agar dibuat peta bidang. Pak Baliyo membuat peta bidang 28 hektar lebih sesuai gambar ukur tanggal 20 Mei 2015 dan peta bidang itu sudah dikirim ke Pemkab Manggarai Barat melalui Kantor Pertanahan Kabupaten Manggarai Barat,” lanjutnya.

Peta Bidang Versi Kedua

JPU lalu menanyakan soal peta bidang versi kedua. Saksi Resdiana Ndapamerang membenarkan adanya peta bidang tanah versi kedua yang luasnya menjadi 24 hektar lebih, dari sebelumnya 28 hektar. Peta bidang versi kedua ini dibuat setelah lebih dari sebulan ia menandatangani peta bidang 28 hektar.

“Peta bidang 24 hektar lebih sesuai informasi dari Pak Baliyo, sesuai dokumen gambar ukur (GU) yang dikirim oleh petugas ukur Pak Yuda Arafat di Kantor Pertanahan Manggarai Barat. Sehingga kami melakukan revisi, perubahan luasan tanah pemerintah daerah menjadi 24 hektar lebih,” urai saksi Resdiana Ndapamerang, yang saat itu mengenakan tshirt warna putih dan rok hitam.

“Kalau begitu, bagaimana SOP pertanahan untuk mengubah luasan di peta bidang yang sudah ditanda  tangani? Apakah harus diketahui pemohon dalam hal ini Pemkab Manggarai Barat dan harus ada Berita Acara Klarifikasi perubahan luasan tanah?” tanya JPU lagi.

Menjawab ini, saksi Resdiana Ndapamerang menjelaskan bahwa pemohon dalam hal ini Pemkab Manggarai Barat tidak ada. Berita Acara Klarifikasi untuk perubahan luasan juga tidak ada, yang seharusnya sesuai SOP pertanahan harus ada pemohon hak. Saksi Resdiana Ndapamerang yang menandatangani peta bidang 24 hektar lebih tersebut.

Dokumen Hilang di Kanwil BPN NTT

Selanjutnya kepada saksi Yuvianti Suki, JPU menanyakan terkait dokumen yang dikirim Pemkab Manggarai Barat. Saksi menjelaskan bahwa dokumen itu asli dan layak untuk diproses.

“Akan tetapi setelah selesai pembuatan peta bidang 28 hektar, dokumen asli yang dikirim ke kami di Kanwil (BPN NTT) hilang yang menjadi tanggung jawab saya, sehingga tidak dikirim kembali ke Kantor Pertanahan Kabupaten Manggarai Barat,” ucapnya.

“Dan setelah penyidik Kejati menggeledah kantor Kanwil (BPN NTT), baru saya tahu kalau dokumen aslinya hilang di Kantor Kanwil Pertanahan Provinsi dan saya belum lapor untuk buat laporan polisi soal kehilangan dokumen,” imbuh saksi Yuvianti Suki, Kepala Seksi Pengukuran Kanwil BPN Provinsi NTT tahun 2015.

Saksi Yuvianti Suki lalu dicecar JPU soal tanah tiga (3) bidang atas nama Supardi, Suaib Tahiya dan H Sukri, yang telah diukur tahun 2013 di atas lahan Pemkab Manggarai Barat sehingga kemudian dikeluarkan dari gambar ukur dan peta bidang.

“Saat itu saya berpikir sudah ada produk berupa Sertipikat Hak Milik (SHM) atas nama ketiga orang itu. Ternyata baru diketahui kalau produk itu hanya gambar ukur saja atas nama ketiga orang tersebut karena baru terbit SHM di tahun 2016 sejak pengukuran 2013 yang seharusnya tidak bisa dikeluarkan dari tanah Pemkab di Karangan. Dan itu salah kami, sehingga seharusnya tanah Pemkab (Manggarai Barat) yang diukur itu bisa sampai 30 hektar,” jelas saksi Yuvianti Suki, yang saat itu mengenakan jeans warna biru dipadukan dengan batik.

Pada sesi terakhir, para terdakwa menyampaikan tanggapan terkait keterangan kedua saksi. Tanggapan di antaranya disampaikan terdakwa Ambrosius Sukur dan Marten Ndeo.

“Kami Pemkab Manggarai Barat tidak pernah menerima peta bidang 28 hektar sebagaimana yang disampaikan kedua saksi. Tetapi yang 24 hektar itu yang saya bingung, karena saya konsisten dengan tanah pemerintah daerah itu luasannya 30 hektar, bukan 24 hektar,” ujar Ambrosius Sukur.

Sedangkan terdakwa Marten Ndeo, selaku mantan Kepala BPN Manggarai Barat, mengakui bahwa yang diterima terdakwa adalah peta bidang 24 hektar lebih. Dirinya tidak pernah menerima peta bidang 28 hektar.

“Dan sampai dengan saya pensiun, dokumen yang kami kirim ke Kanwil tidak pernah dikembalikan sehingga tidak bisa memproses pengurusan sertifikat,” jelasnya. (KI-01)

Check Also

Polsek Denbar Jaga Kamtibmas

Denpasar – Kita Indonesia, Sebagai upaya mencegah kejahatan jalanan diakhiri pekan khususnya dimalam Minggu adalah …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *