Singaraja (KitaIndonesia.Com) – Sidang lanjutan kasus dugaan pencemaran nama baik di Desa Gunung Sari Buleleng, kembali digelar di Pengadilan Negeri Buleleng, Bali, Kamis (19/11/2020). Sidang tersebut mengagendakan pemeriksaan Terdakwa.
Kepada wartawan usai sidang tersebut, Ketua Tim Penasehat Hukum Terdakwa Advokat Togar Situmorang, SH, MH, MAP, CLA mengungkapkan beberapa peristiwa menarik yang terjadi dalam persidangan. Salah satunya, dalam persidangan tersebut Terdakwa mengaku sangat tertekan sejak awal.
“Dalam pemeriksaan (BAP) di kepolisian, klien kami merasa tidak nyaman. Ditambah lagi, Terdakwa tidak mengerti masalah hukum sehingga dia bisa ditetapkan sebagai Tersangka bahkan sampai Terdakwa,” kata Togar Situmorang.
Selanjutnya, imbuhnya, pada saat disuguhkan pertanyaan, Terdakwa mengaku tidak mengerti hukum. Sehingga dalam BAP dari kepolisian, walau Terdakwa tidak paham namun tetap menandatangani tanpa mengerti risiko BAP tersebut.
Bukan itu saja, sebab dalam pengakuannya, Terdakwa menyebut ada surat pernyataan “tidak akan menggunakan pengacara”. Surat pernyataan itu disodorkan penyidik Polsek.
“Di sini, Terdakwa merasa terjebak, apalagi ada “surat pernyataan” yang dibuat dan ditandatangani oleh dirinya itu akibat iming-iming dari keluarganya yang mengatakan bisa membantu untuk terciptanya suatu perdamaian. Akan tetapi surat pernyataan itu sudah dibuat, namun kenyataannya proses hukum tetap berjalan,” ujar Togar Situmorang.
Fakta persidangan yang menarik selanjutnya adalah, Terdakwa ternyata sudah berusaha menemui Pelapor sebanyak 2 kali. Namun sangat disayangkan, dari pihak Pelapor sama sekali tidak ada niat untuk menyelesaikan permasalahan mereka secara musyawarah.
Selanjutnya dalam persidangan tersebut, Terdakwa memohon kepada Majelis Hakim untuk mempertimbangkan bahwa Terdakwa tidak ada niat sedikitpun untuk menyerang kehormatan atau nama baik si Pelapor mengenai sertifikat tersebut.
“Kata-kata itu hanya spontan dan pada saat Paruman biasa setiap yang hadir menyampaikan pendapat di muka umum bukan sengaja menyerang nama baik Pelapor. Itu hal biasa dalam berdemokrasi,” jelas Togar Situmorang.
Selanjutnya, hal menarik lainnya adalah dokumen diulas namun hal ini di luar substansi perkara yang sedang diadili. Majelis Hakim sempat mengeluarkan sebuah dokumen yang ditandatangani oleh Majelis Desa Adat dan jelas ada tulisan dan tembusan, dimana para pemangku jabatan di desa tidak pernah melihat dokumen tersebut dan tidak pernah tahu ada pernyataan seperti itu.
“Jadi ada dugaan keterangan palsu dalam dokumen itu. Ini menarik, kenapa bisa muncul keterangan yang seolah-olah Ketua Majelis Desa Adat ini menyatakan bahwa tanah tersebut memang milik keluarga Pelapor,” urai Founder dan CEO Law Firm Togar Situmorang yang beralamat di Jalan Tukad Citarum Nomor 5A Renon, Jalan Gatot Subroto Timur Nomor 22 Denpasar, Jalan Malboro Teuku Umar Barat Nomor 10 Denpasar, Gedung Piccadilly Jalan Kemang Selatan Raya Nomor 99, Lantai Dasar Blok A Nomor 12 Srengseng Junction Jalan Srengseng Raya Nomor 69 RT/RW 05/06, Jakarta, Jalan Trans Kalimantan Nomor 3-4, Sungai Ambawang – Pontianak, Kalimantan Barat, Jalan Ki Bagus Rangin Nomor 160 serta Jalan Duku Blok Musholla Baitunnur Nomor 160 RT/RW 007/001 Desa Budur, Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, ini.
Pihaknya akan mencoba menelusuri hal ini dengan mengajukan suatu inzage untuk melihat dokumen tersebut. Hal ini penting, untuk melihat bagaimana proses dari sertifikat hak milik (SHM) tersebut muncul di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Karena SHM yang terbit di desa akan melalui proses musyawarah dan ada saksi-saksinya dari masyarakat desa serta tokoh desa adat itu sendiri,” ujar Togar Situmorang, sembari berharap putusan Majelis Hakim nantinya memberikan suatu putusan yang seadil-adilnya. (KI-01)