Denpasar (KitaIndonesia.Com) – Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum, kembali dibahas di Gedung DPRD Provinsi Bali, Selasa (12/11/2019). Pembahasan dipimpin Koordinator Pembahasan Raperda Penyelenggaraan Bantuan Hukum, I Nyoman Adnyana.
Selain pimpinan dan anggota Komisi I, hadir pula dalam pembahasan tersebut tim dari eksekutif. Pembahasan kali ini mengagendakan sinkronisasi dan finalisasi pasal-pasal Raperda sesuai hasil konsultasi dan kunjungan kerja ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) beberapa waktu lalu.
“Raperda Penyelenggaraan Bantuan Hukum ini digagas oleh pemerintah Provinsi Bali guna membantu masyarakat miskin yang mempunyai kasus hukum,” jelas Nyoman Adnyana, usai pembahasan tersebut.
Nantinya, apabila ada masyarakat miskin di Bali yang mempunyai masalah hukum, bisa meminta bantuan kepada Pemprov Bali. Setiap perkara yang dihadapi masyarakat miskin, biayanya akan ditanggung langsung oleh Pemprov Bali.
Soal masyarakat miskin yang bisa mendapatkan bantuan hukum termasuk biayanya, akan didata. Dewan sendiri dalam pembahasan kali ini, mengusulkan per kasus hukum dianggarkan Rp 5 juta.
“Kita mengusulkan nominalnya Rp 5 juta per kasus,” jelas Nyoman Adnyana, yang juga Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bali.
Disinggung soal jenis – jenis kasus yang dapat dimohonkan bantuan hukum, diakuinya masih dalam pembahasan. Namun rancangannya, terdiri dari kasus pidana, perdata, tata usaha negara, termasuk sengketa adat.
“Apabila kasus murni masalah adat, maka akan diselesaikan oleh Majelis Desa Adat. Tetapi jika kasus masyarakat adat tersebut masuk ke pengadilan, baru bisa diberi bantuan hukum oleh Pemprov Bali,” ujar politikus PDIP asal Bangli ini.
Menariknya, ada pula kasus hukum yang dikecualikan untuk diberi bantuan hukum. Kasus yang dikecualikan tersebut adalah kasus korupsi dan narkoba. Sebab, kedua kasus tersebut telah menjadi musuh bersama bangsa Indonesia.
“Itu wujud kepedulian kita dengan kondisi Indonesia. Artinya, DPRD Bali mempunyai komitmen kuat bahwa pemberantasan narkoba dan korupsi harus terus dilakukan dengan cara menuangkan dalam norma Perda, sehingga semakin lama narkoba dan korupsi bisa habis,” tandas Nyoman Adnyana.
Secara teknis, imbuhnya, pengaturan mengenai bantuan hukum ini akan diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub). Nantinya, masyarakat yang membutuhkan bisa memohon bantuan hukum ke Gubernur Bali. Selanjutnya, Gubernur bekerjasama dengan pihak ketiga yakni Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau Perguruan Tinggi yang mempunyai bantuan hukum terakreditasi, akan memberikan bantuan hukum.
Selain jenis kasus, dalam Raperda ini juga diatur syarat – syarat penerima bantuan hukum dari Pemprov Bali. Di antaranya, pertama, tergolong masyarakat miskin. Kedua, harus warga Bali yang ber-KTP Bali. (KI4)