Denpasar (KitaIndonesia.Com) – Sidang Perkara Nomor 490/ Pdt.G/ Dps kembali digelar di Pengadilan Negeri Denpasar, dengan agenda keterangan saksi dari pihak Penggugat, IMS.
Sidang dihadiri tim hukum dari Law Firm Togar Situmorang, kuasa hukum Tergugat yang adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal di Kota Malang, Jawa Timur, bernama Ganuni.
Perkara gugatan wanprestasi ini terkait Akta Pengakuan Hutang yang dibuat antara IMS sebagai Penggugat dengan Almarhum Arbiyanto Budi Setiono, yang dibuat di Kantor Notaris Hartono tanpa persetujuan pemilik objek sertifikat.
Padahal, hak kepemilikan sertifikat atas nama Ganuni dan bukan hasil harta gono gini atau harta waris dari pihak manapun.
Menurut Advokat Togar Situmorang, SH, MH, MAP, CMed, CLA, jelas ada unsur dugaan penyeludupan hukum dalam akta tersebut.
Namun ironisnya, dalam sidang justru muncul kejanggalan. Sebab pengacara Penggugat IMS, mendudukkan diri Tergugat sebagai penanggung jawab akta hutang piutang tersebut karena Tergugat adalah istri dari Almarhum Arbiyanto Budi Setiono.
Togar Situmorang pun meminta agar dalam bersidang jangan membuat opini atau penggiringan situasi, apalagi tanpa bukti secara hukum.
“Sebagai pemilik objek lahan berupa tanah juga bangunan yang berlokasi di Kota Malang telah diseret dalam persidangan sebagai Tergugat hanya berdasarkan dalam Akta Pengakuan Hutang Piutang dan dikatakan telah setuju secara lisan itu atas pengakuan Almarhum Arbiyanto Budi Setiono yang bukan suami sah sesuai UU Nomor 1 TAHUN 1974 Tentang Perkawinan, jelas sangat keberatan,” tandas Togar Situmorang.
Apalagi dalam sidang, Rabu 8 Desember 2021, saksi dari Penggugat yang dihadirkan ternyata tidak hadir saat dibuat Akta Pengakuan Hutang Piutang antara Penggugat IMS dengan Almarhum Arbiyanto Budi Setiono, di Kantor Notaris Hartono.
Selanjutnya terkait jumlah utang yang dibuat dalam Akta Pengakuan Hutang Piutang senilai Rp 2,5 M (dua setengah miliar) tersebut adalah rangkaian peristiwa berupa kumpulan kwitansi yang berbeda bulan juga tahun peristiwa dengan saat Akta Hutang Piutang dibuat.
“Dan ada kejanggalan terhadap bukti dalam persidangan, di mana saksi menyatakan ada akta telah dibuat sebelumnya terkait pinjaman Rp1 miliar dan kejanggalan total jumlah kwitansi menurut saksi hanya Rp1,7 miliar,” beber Togar Situmorang.
Saksi yang hadir tersebut juga tidak mampu membuktikan bahwa Tergugat adalah istri sah dari Almarhum Arbiyanto Budi Setiono karena tidak ada satu alat bukti hukum sah sesuai aturan hukum yang diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1974.
“Dan terkait objek lahan berupa sertifikat atas nama Ganuni juga tidak melihat kapan bisa berada dalam jaminan objek dalam akta, hanya berdasarkan pengakuan keterangan lisan dari Almarhum Arbiyanto Budi Setiono,” ucapnya.
“Saksi Penggugat juga hanya sebatas mendengar perkataan Almarhum Arbiyanto Budi Setiono, bahwa Tergugat itu adalah istri sehingga bisa dipastikan saksi yang hadir saat persidangan itu adalah saksi de auditu,” imbuh Togar Situmorang.
Kandidat Doktor Ilmu Hukum Universitas Udayana ini pun secara tegas menyatakan bahwa dalam gugatan wanprestasi yang didalilkan ada hutang piutang sebesar Rp 2,5 milliar tersebut, Tergugat tidak pernah menikmati uang pinjaman sejumlah yang tertulis dalam Akta Pengakuan Hutang Piutang.
Karena itu dalam sidang tersebut, Tim Hukum Law Firm Togar Situmorang telah memasukkan surat keberatan atas permintaan penyitaan terhadap objek milik Ganuni.
“Jelas persidangan ini terlalu prematur dan dipaksakan karena Tergugat adalah bukan istri sah secara hukum dari Almarhum Arbiyanto Budi Setiono karena mereka tidak pernah tercatat dalam pernikahan secara negara,” tegas Togar Situmorang.
Menurut dia, peristiwa hukum dalam kasus ini mengandung cacat hukum dan ada dugaan kebohongan dalam pencatatan Akta Pengakuan Hutang Piutang tersebut.
“Sehingga dalam Nota Eksepsi (Keberatan) disebutkan juga terhadap domisili hukum dan kewenangan Pengadilan Negeri Denpasar dalam mengadili Perkara Nomor 490/ Pdt.G/ Dps pada wilayah hukum (absolut kompetensi relatif), ada dugaan perkara ini juga mengandung kejahatan (exceptio doli mali), sehingga gugatan semacam ini patut disingkirkan dari Pengadilan Negeri Denpasar,” tandasnya.
Togar Situmorang pun mengingatkan bahwa dalam perkara ini, Ganuni dilindungi Pasal 118 ayat (1) HIR. Azas hukum menentukan gugatan harus diajukan ke Pengadilan Negeri dalam wilayah hukum tempat tinggal Tergugat (Ganuni) dan itu bisa dibuktikan atas dokumen negara berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga atau Surat Pajak Bumi Bangunan (PBB), yang dalam hukum disebut sebagai azas actor sequitor forum rei.
Termasuk objek lahan bangunan terkait benda tidak bergerak (benda tetap) dalam Pasal 118 ayat (3) HIR, jelas tertulis tuntutan terhadap benda tidak bergerak (benda tetap) maka diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukum terletak barang itu, dalam hal ini objek sengketa, berupa lahan dan bangunan tertulis milik Ganuni berada di Kota Malang, yang dalam hukum dikenal azas forum rei sitae.
Atas semua fakta hukum tersebut, advokat yang digadang-gadang akan maju sebagai calon gubernur pada Pilgub DKI Jakarta 2024 ini mengharapkan Ketua Majelis secara hati nurani bisa menegakkan kebenaran dan keadilan bagi seorang ibu rumah tangga bernama Ganuni.
Selain itu, seyogyanya Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini juga memberi putusan gugatan tidak diterima atau NO. Sebab gugatan tersebut bisa dikatakan kabur.
“Polda juga diharapkan segera mengungkap kasus ini dengan terang karena ada dugaan mengarah kepada mafia tanah, yang mana sudah jelas mafia tanah itu tidak boleh ada di negeri ini,” pungkas Togar Situmorang, yang memiliki kantor di Jalan Gatot Subroto Timur Nomor 22 Denpasar; Jalan Raya Gumecik Gg Melati Nomor 8, By Pass Prof IB Mantra, Ketewel; Jalan Teuku Umar Barat Nomor 10, Krobokan; Jalan Kemang Selatan Raya Nomor 99, Gd Piccadilly, Jakarta, serta Jalan Terusan Jakarta Nomor 181 Ruko Harmoni Kav 18, Antipani, Bandung. (KI-01)