KitaIndonesia.Com – Masyarakat Perkawinan Campuran (PerCa) Indonesia menyebut, ada banyak anak-anak hasil perkawinan campuran lebih memilih menjadi warga negara asing (WNA) ketimbang menjadi warga negara Indonesia (WNI).
Menurut Ketua PerCa Indonesia Perwakilan Bali, Melinda Cowan, anak-anak hasil perkawinan campuran memilih menjadi WNA bukan karena kemauan dari hati mereka, namun lebih karena banyak faktor.
Ia menyebut, pihaknya telah memaparkan beberapa faktor tersebut dalam acara Obrolan Peneliti (OPini) dengan tema ‘Kehilangan Kewarganegaraan Berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan’, 7 Maret 2022 lalu.
Acara OPini ini diselenggarakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Bali bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan HAM (Balitbangkumham) RI.

Lalu apa saja faktor dominan yang membuat anak-anak hasil perkawinan campuran lebih memilih menjadi WNA? Kepada KitaIndonesia.Com, Minggu 13 Maret 2022, Melinda Cowan membeberkan faktor-faktor tersebut.
Pertama, banyak anak hasil perkawinan campuran lebih memilih menjadi WNA bukan karena atas niat mereka menjadi WNA.
“Bagi anak yang diberikan waktu hingga umur 21 tahun, di mana anak-anak tersebut sedang menempuh pendidikan di luar negeri, mereka masih belum bisa fokus untuk memilih kewarganegaraan,” jelasnya.
Akibatnya, kata Melinda Cowan, banyak dari mereka yang mengambil jalan pintas memilih kewarganegaraan asing. Padahal itu bukan kemauan mereka.
“Apalagi mereka memang mendapatkan fasilitas di negara tersebut, jadi mau tidak mau harus memilih,” imbuh Melinda Cowan.
Kedua, banyak yang belum mengetahui aturan di Indonesia terkait kewarganegaraan.
“Anak-anak yang tidak melaporkan pada tahun 2006 hingga 2010 dari pelaku perkawinan campuran, karena tidak memahami dan tidak mengetahui aturan yang berlaku di Indonesia,” tutur Melinda Cowan.
“Jadi minimnya informasi terkait regulasi yang ada, membuat anak-anak hasil perkawinan campuran kehilangan kewarganegaraan sebagai WNI,” lanjutnya.
Ketiga, anak-anak hasil perkawinan campuran terlambat memilih kewarganegaraan. Akibatnya, mereka menjadi WNA murni.
“Ketika sudah menjadi WNA murni, untuk kembali menjadi WNI dirasa sangat berat. Apalagi Indonesia tidak mengenal status kewarganegaraan ganda,” beber Melinda Cowan.
Ia pun meminta pemerintah agar mencermati beberapa faktor ini. Hal itu sangat penting, mengingat anak-anak hasil perkawinan campuran juga merupakan aset penting bangsa ini.
“Anak-anak hasil perkawinan campuran bisa menjadi penghubung Indonesia dengan dunia luar, baik dalam hal kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan, maupun teknologi,” kata Melinda Cowan.
“Jadi mereka adalah jembatan emas, karena mereka terbiasa hidup dalam keluarga dengan budaya serta pengetahuan yang berbeda, juga di dua negara yang berbeda,” pungkasnya. (KI-01)