Anggota DPR RI, I Nyoman Parta, saat berbicara tentang sampah plastik dalam RDP dengan Menteri Perindustrian RI. (istimewa)

Pemerintah Genjot Industri Plastik Demi PDB, Nyoman Parta: Kok Sampahnya Tak Diurus?

Jakarta (KitaIndonesia.Com) – Menteri Perindustrian RI Agus Gumiwang Kartasasmita menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, di Jakarta, Senin (9/12/2019). Dalam rapat tersebut, anggota Komisi VI DPR RI I Nyoman Parta, secara khusus menyoroti perkembangan industri plastik yang tidak diimbangi dengan penanganan sampah yang dihasilkan.

“Industri plastik berkembang baik, tetapi  sampahnya kok tidak diurus dengan serius?” ujar politikus PDIP asal Bali ini.

Menurut dia, selama kurun waktu tahun 2017 jumlah industri sudah mencapai 925 perusahaan. Total produksinya 4,68 juta ton, dengan permintaan mencapai 4,6 juta ton. Semua mengalami peningkatan sekitar 5 persen selama kurun waktu lima tahun.

“Hal ini tentu positif dakam rangka mengejar pertumbuhan. Tetapi di sisi lain, juga membawa dampak negatif  berkaitan dengan lingkungan. Apalagi masyarakat Indonesia termasuk  konsumen yang boros dengan plastik,” kata Nyoman Parta.

Di samping karena banyaknya varian produk yang menggunakan plastik, demikian Parta, masyarakat menjadi sangat ketergantungan karena penggunaan plastik dianggap lebih praktis. Celakanya, masyarakat juga membuang sampah sembarangan, sehingga menyebabkan Indonesia menjadi negara terbesar kedua yang membuang sampah ke laut, yakni 3,22 metrik ton.

Masalah lainnya, lanjut Nyoman Parta, manajemen persampahan terutama tentang tata kekola sampah dari hulu ke hilir, masih belum berjalan. Parahnya lagi, setiap berbicara tentang sampah, selalu dikaitkan dengan biaya, selalu dengan kalkulasi untung rugi.

“Padahal mengurus sampah, khususnya  plastik, tidak bisa diukur dengan untung rugi. Karena yang kita perlukan adalah benefit berupa lingkungan yang bersih, sanitasi yang baik, udara yang sehat dan air yang tidak tercemar, serta rasa nyaman, yang semuanya tidak bisa diukur dengan biaya, dengan untung rugi,” tutur Nyoman Parta.

Yang menggelikan, kata dia, antara Kementerian Perindustrian dan Kementerian LHK sering berseberangan dalam urusan sampah plastik. Kementerian LHK selalu mendorong pengurangan plastik, sedangkan Kementerian Perindustrian justru menggenjot peningkatan produksi bahan plastik.

“Kementerian Perindustrian seharusnya paham bahwa ini bukan perihal meningkatkan produksi semata,” tegas Nyoman Parta.

Ia kemudian mencontohkan saat Gubernur Bali mengeluarkan Pergub Nomor 97 Tahun 2018 Tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Saat itu, Kementerian LHK mendukung penuh. Sementara Kementerian Perindustrian, menentang keras khususnya oleh Direktur Kimia Hilir, Taufiek Bawazier, karena Pergub dimaksud dianggap mengganggu PDB (Pendapatan Domestik Bruto).

Pada kesempatan tersebut, Nyoman Parta pun menawarkan solusi atas kondisi ini. Di hulu, menurut dia, pertama dengan mengurangi plastik kemasan, terutama yang kemasan kecil. Kedua, mulai diintensifkan pogram mengurangi, memanfaatkan ulang dan mengolah kembali.

“Ketiga, mulai dipikirkan terobosan pengenaan cukai terhadap produksi plastik. Makin tinggi kadar plastiknya, makin berlapis dan makin susah didaur ulang, makin besar cukainya,” ujar Parta.

“Keempat, mutlak lebih serius lagi mewujudkan industri bahan baku dari tanaman, khususnya untuk kemasan  industri olahan makan dan minum,” pungkas mantan Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bali ini. (KI4)

Check Also

Laksmi Shari dari Bali Terpilih Sebagai Puteri Indonesia 2022

KitaIndonesia.Com – Laksmi Shari De Neefe Suardana terpilih sebagai Puteri Indonesia 2022 setelah menyisihkan puluhan …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *