Oleh:
*Sampurna Nggarang
Dalam soal pariwisata sebagai industri nomor satu, kita (Manggarai Barat) mesti lebih siap. Rakyat harus menjadi pelaku, bukan menjadi penonton. Kombinasi pariwisata dengan sektor pertanian adalah salah satu cara agar kue pariwisata bisa dinikmati oleh masyarakat lokal Manggarai Barat.
Ke depan, industri nomor satu adalah pariwisata. Industri ini efeknya banyak menghasilkan pundi-pundi pendapatan ekonomi. Mulai dari usaha bisnis penerbangan, porter di bandara, usaha transportasi darat, warung makan atau restoran, usaha penginapan mulai dari kelas homestay sampai hotel.
Dalam target pemerintah mendatangkan 500 ribu wisatawan di Labuan Bajo, Flores , mesti kita melihat itu sebagai peluang. Ini adalah “kue” besar pariwisata, peluang ini mesti kitalah yang menikmatinya.
Untuk menikmatinya, salah satu cara adalah mengkombinasi antara pariwisata dan pertanian. Kita manfaatkan wilayah Manggarai Barat yang luasnya 9.450 km2, yang terdiri dari laut 7.052,97 km2 dan darat 2.947,50 km2.
Dengan kepadatan penduduk 27,85 jiwa/ km2, tentu masih tergolong sedikit kalau dilihat berdasarkan luas daratan yang hampir 2.947,50 km2. Artinya, banyak lahan tidur yang mesti kita manfaatkan untuk pertanian yang tentunya didahului studi. Studi penting, agar kita tahu suhu atau kondisi tanahnya mau ditanam jenis pertanian apa. Kita libatkan para ahli pertanian.
Kombinasi pariwisata dan pertanian ini bisa kita jalankan, toh mayoritas masyarakat kita adalah petani. Hanya kita perlu dorong untuk menjadi petani yang “naik kelas”.
Untuk itu, ke depan kita dorong pertanian cluster, yaitu tentukan distrik atau kecamatan mana khusus buah, sayur – mayur, persawahan serta peternakan. Pertanian cluster ini adalah untuk menjadikan petani “naik kelas” dari segi pendapatan dan menuju petani yang modern.
Kita belajar dari pariwisata Bali, sukses secara angka (kuantitas) bisa mendatangkan banyak wisatawan. Umur pariwisata Bali adalah yang tertua dari semua daerah pariwisata di Indonesia. Namun data menunjukkan, belum 100% kebutuhan hotel dan restoran (sayur dan buah) diproduksi oleh orang lokal Bali. Pasokan buah baru memenuhi 50%, sedangkan sayur 75%.
Sekali lagi, kita belajar dari Bali dalam soal bagaimana kebutuhan hotel dan restoran dipasok oleh orang lokal Bali sendiri. Wilayah Manggarai Raya kita lebih luas dari wilayah Bali. Ini adalah peluang besar, kalau kita mulai kerjakan.
*Menjemput Perubahan
Kesempatan perubahan adalah sekarang. Penduduk Manggarai Barat masih sedikit, kurang lebih 260 ribu. Penduduk yang sedikit itu, mestinya pendapatan perkapita naik, toh potensi daerah sangat besar.
Data menunjukkan, Produksi Domestik Regional Bruto (PDRB) Manggarai Barat 2018 hanya Rp3,2 triliun. Angka 3,2 T ini kalau dibagi ke 260 ribu penduduk, maka hanya kebagian Rp12 juta/penduduk atau 850 Dolar AS. Artinya, pendapatan per kapita Manggarai Barat baru Rp12 juta.
Itulah mengapa masih dikategorikan termasuk daerah tertinggal di Indonesia. Ini ironis. Nama Labuan Bajo yang mendunia belum memberikan dampak kesejahteraan warganya.
Menurut kriteria internasional, kawasan dengan pendapatan per kapita di bawah 1.000 Dolar AS, termasuk daerah kemiskinan absolut. Pendapata per kapita Manggarai Barat jauh lebih rendah dari rata- rata Vietnam. Artinya, Manggarai Barat lebih miskin dari kebanyakan warga Vietnam. Dan termasuk kelompok 20 negara termiskin dunia, seperti Ethiopia, Rwanda, Uganda, Togo, Liberia dan negara-negara Sub- Saharan lainnya.
Pendapatan per kapita Manggarai Barat hanya sekitar 21% dari pendapatan per kapita nasional (Indonesia). Artinya, ketimpangan sosial antara penduduk dan antar wilayah sangat besar sekali. Seiring berjalannya waktu, ketimpangan ini tidak mengecil. Tapi malah melebar. Sebab pertumbuhan ekonomi Manggarai Barat selama 10 tahun terakhir rata- rata di bawah nasional. Sehingga ketimpangan ekonomi Manggarai Barat dan Indonesia (nasional) semakin melebar.
Oleh karena itu, pemerintah Kabupaten Manggarai Barat ke depan harus dapat meningkatkan kesejahtraan rakyatnya agar dapat keluar dari kemiskinan (absolut). Serta memperkecil ketimpangan sosial antara daerah dan nasional.
Untuk itu, pertumbuhan ekonomi Manggarai Barat harus cukup tinggi, jauh melampui pertumbuhan ekonomi nasional. Setidak-tidaknya, pertumbuhan ekonomi Manggarai Barat harus diupayakan dua kali lipat pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan demikian, pemerataan pendapatan antar daerah tidak hanya menjadi slogan belaka.
Kalau di lihat struktur ekonomi Manggarai Barat, termasuk sangat “primitif” sebagaimana umumnya perekonomian negara miskin. Data ekonomi 2018 menunjukkan, kontribusi dari sektor primer pertanian, kehutanan, perikanan menjadi 42,14%. Sangat besar sekali. Sedangakan sektor pengolahan industri hanya 0,44% saja.
Manggarai Barat dengan Pulau Komodo yang unik, Pantai Labuan Bajo yang terkenal indah di dunia, diharapkan dapat menjadi andalan ekonomi daerah, dan dapat menarik wisatawan domestik maupun internasional.
Faktanya saat ini sangat menyedihkan. Kontribusi sektor wisata terhadap ekonomi daerah masih sangat rendah. Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum hanya 0,77% dari ekonomi daerah. Ini adalah angka yang sangat rendah untuk sebuah daerah pariwisata. Angka yang rendah ini tentu berimplikasi pada nilai tambah untuk menopang ekonomi daerah juga rendah.
Hanya Manggarai Barat beruntung. Perhatian pemerintah pusat untuk Labuan Bajo sangat besar. Anggaran APBN digelontorkan untuk pembangunan infrastruktur. Itu semua untuk menopang pariwisata Labuan Bajo yang sudah dicanangkan untuk menjadi 10 Bali Baru.
Kita berharap, anggaran APBN yang begitu besar harus dinikmati masyarakat lokal. Pembangunan infrastruktur harus terkoneksi, tidak hanya dengan daerah tujuan destinasi wisata, tapi juga ke daerah yang dicanangkan untuk wilayah pertanian.
Sebab pertanian tanpa didukung oleh infrastruktur jalan, akan mustahil sektor pertanian itu bisa berjalan. Sangat diharapkan gelontoran dana dari pusat itu tidak hanya menyasar jalan menuju destinasi wisata atau jalan menuju hotel-hotel berbintang di Labuan Bajo yang dimiliki segelintir pemodal dan membawa efek pada keuntungan segelintir orang, juga berefek harga spekulan tanah yang semakin naik yang tidak wajar.
Tentu kita berharap, APBN dan APBD yang digelontorkan harus dinikmati oleh 260 ribu penduduk Manggarai Barat. Dengan begitu, kue pariwisata dinikmati oleh semua masyarakat lokal.
_*Penulis adalah Ketua Himpunan Pemuda Mahasiswa Manggarai Barat (HIPMMABAR) Jakarta dan Bakal Calon Bupati Manggarai Barat 2020-2025._