Jakarta (KitaIndonesia.Com) – Sebanyak 10 cabang olahraga (Cabor) dihapus pada ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Tahun 2020 di Papua. Salah satu alasan penghapusan cabor tersebut adalah karena ketidaksiapan sarana dan prasarana venue atau lapangan pertandingan.
Hal ini mendapatkan perhatian khusus dari Komite III DPD RI. Bagi Komite III DPD RI, penghapusan 10 cabang olahraga tersebut harus dikaji ulang dan dicarikan solusinya.
“Penghapusan kesepuluh cabang olahraga tersebut dapat mencederai proses pembinaan dan pengembangan potensi atlet. Padahal atlet dari 10 cabang olahraga tersebut sudah mempersiapkan diri untuk gelaran PON XX,” kata Wakil Ketua Komite III DPD RI Muhammad Rakhman, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) membahas inventarisasi materi ‘Penyusunan RUU Tentang Perubahan UU Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN)’, di Gedung DPD RI, Jakarta, Selasa (14/1/2020).
Di kesempatan yang sama Ketua KONI Marciano Norman, menjelaskan bahwa pada mulanya PON di Papua ditetapkan 47 cabor. Namun belakangan, jumlah tersebut dikurangi menjadi 37 cabor saja.
“Ada satu permintaan Gubernur Papua ditunda menjadi 2021, namun tidak disetujui oleh Presiden. Maka cabornya disepakati untuk dikurangi,” ujarnya.
Marciano menambahkan, perlu ada potical will yang baik untuk calon bibit atlet yang akan datang. Sebab, jika berbicara atlet, jangan sampai ada politisasi karena olahraga untuk Indonesia bukan golongan tertentu.
“Jika bicara atlet, kita jangan sampai terkotak-kotak, karena olahraga untuk Indonesia,” ucapnya.
Rakhman menambahkan, terkait dengan lingkup bidang olahraga pendidikan, pengembangan dan pembinaan olahraga, belum maksimal. Termasuk upaya pencarian dan pengembangan bakat peserta didik dalam bidang olahraga, serta peningkatan jumlah tenaga pendidik bidang studi olahraga.
“Sama halnya dengan pendanaan kegiatan olahraga, belum terdapat norma yang menegaskan partisipasi swasta dalam pendanaan untuk pembinaan dan pengembangan olahraga sebagai bagian dari tanggung jawab sosial lingkungan,” jelas senator asal Kalimantan Tengah ini.
Berangkat dari hal-hal tersebut, lanjutnya, terdapat rekomendasi untuk melakukan perubahan terhadap Undang-undang Nomor Tahun 2005 Tentang SKN.
“Revisi diharapkan dapat memperjelas keberadaan organisasi keolahragaan,” tandas Rakhman.
Rakhman juga menilai UU SKN seharusnya menjadikan proses pembinaan, pengembangan keolahragaan nasional dapat menjamin pemerataan akses terhadap olahraga. Pembangunan keolahragaan sejatinya juga diarahkan pada terwujudnya sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing.
“Maka perlu ada peningkatan pembinaan olahraga unggulan sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah. Misalnya saja Jawa Barat dan Jawa Tengah, penghasil (atlet) bulu tangkis,” ucapnya. (KI4)