Denpasar (KitaIndonesia.Com) – Sektor pariwisata telah menjadi lokomotif perekonomian Bali. Sektor ini pun telah membawa Bali di masa keemasan seperti saat ini.
Hanya saja, sektor andalan ini cukup rentan terhadap berbagai isu. Tak sekadar isu keamanan, isu penyakit zoonosis juga bisa memberikan efek negatif bagi industri pariwisata.
“Misalnya penyakit rabies, flu burung dan penyakit zoonosis lainnya berpotensi mengancam wilayah Bali, akibat arus barang dan manusia antar negara dan antar wilayah sulit dibatasi,” tutur Ketua Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Cabang Bali Prof Dr drh I Ketut Puja, MKes, usai Rapat Kerja Cabang PDHI Bali, di Denpasar, Jumat (15/11/2019).
Ia lalu mencontohkan permasalahan rabies di Bali. Padahal, telah ada Perda yang mengatur tentang rabies di Bali.
“Namun penerapannya belum maksimal, sehingga pemerintah Bali harus tegas menegakkan sanksi sesuai amanat Perda Nomor 15 Tahun 2009,” tutur akademisi Unud ini.
Bali, imbuhnya, pernah memiliki pengalaman kelam menghadapi penyakit Rabies. Bahkan Bali sempat darurat rabies. Kondisi ini, menurut dia, selain karena perilaku masyarakat terkait kesehatan hewan, kelembagaan yang mengatur masalah kesehatan hewan juga belum memadai di lingkup pemerintahan.
“Hal ini harus menjadi perhatian bersama agar Bali dapat terhindar dari kasus-kasus zoonosis,” tegas Ketut Puja, yang didampingi Wakil Ketua PDHI Bali Dr drh IKG Nata Kesuma, MMA.
Ia menambahkan, dua pertiga penyakit menular pada manusia sesungguhnya berasal dari hewan. Dikatakan, patogen yang berpotensi berbahaya ini mestinya harus diidentifikasi dan hewan terinfeksi harus diobati sebelum menjadi ancaman bagi kesehatan manusia dan keamanan kesehatan global.
Anggota Komisi Ahli Kesehatan Hewan, Dirjen PKH Kementerian Pertanian RI itu menyebut, sering kali bencana penyakit menular sangat terkait dengan masalah kesehatan hewan, lingkungan dan manusia. “Bencana seperti ini berisiko sangat tinggi,” ucapnya.
Selain kurang tegasnya menegakkan peraturan, Ketut Puja juga menilai pemerintah masih belum serius memperhatikan masalah kesehatan hewan. Padahal, permasalahan zoonosis dan penyakit emerging sesungguhnya menjadi tanggung jawab lintas sektoral.
“Pemahaman ini memang mudah untuk dibicarakan, namun tidak mudah untuk dilakukan,” tandas Ketut Puja.
Ia pun menyarankan, dalam menghadapi kompleksitas permasalahan zoonosis ini, semua pihak tidak mengabaikan hubungan antara manusia, hewan, peternakan dan satwa liar, lingkungan sosial dan ekologinya.
“Diperlukan pendekatan terintegratif kesehatan manusia dan hewan dalam konteks sosial dan lingkungan,” kata Ketut Puja.
Hal lainnya adalah permasalahan kelembagaan, dengan adanya perubahan nomenklatur OPD, tampak bidang kesehatan hewan tidak mendapat perhatian. Padahal urusan kesehatan hewan tidak bisa dilakukan oleh OPD lain.
“Penting dibentuk suatu lembaga yang memang dikhususkan untuk menangani dan mengatur masalah kesehatan hewan. Lembaga ini harus dipisahkan dari lembaga peternakan yang ada,” saran Ketut Puja, merujuk PP Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Otoritas Veteriner dan Permentan Nomor 08 Tahun 2019 Tentang Pejabat Otoritas Veteriner dan Dokter Hewan Berwenang.
Diketahui dalam Rapat Kerja Cabang ini juga dilantik kepengurusan PDHI Bali periode 2019-2023. PDHI Cabang Bali dilantik langsung oleh Ketua Pengurus Besar PDHI drh Muhammad Munawaroh, MM. (KI4)