Denpasar (KitaIndonesia.Com) – Belasan orang calon pekerja migran Indonesia (PMI) melalui kuasa hukumnya melaporkan Direktur PT DIM ke Polda Bali atas dugaan tindak pidana penipuan dan/ atau tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Pihak terlapor pun sangat menyayangkan langkah yang diambil para pelapor. Apalagi tindakan terlapor justru dikaitkan dengan TPPO.
“Itu salah alamat dan ngawur apabila disebut sebagai dugaan tindak pidana penipuan apalagi dugaan tindak pidana perdagangan orang,” ujar kuasa hukum PT DIM Togar Situmorang, SH, MH, MAP, CMed, CLA, di Denpasar, Kamis 3 Juni 2021.
“Ini sangat halu dan menghayal. Dari mana ceritanya itu, apalagi kalau sampai TPPO? Ini sudah keterlaluan. Laporan dugaan tindak pidana penipuan dan TPPO itu berlebihan,” imbuh advokat kelahiran Jakarta berdarah Batak itu.
Togar Situmorang lalu menjelaskan bahwa tindak pidana penipuan diatur dalam Pasal 378 KUHP. Dalam pasal tersebut, dijelaskan suatu tindakan bisa dikatakan suatu tindak pidana penipuan apabila memenuhi sejumlah unsur.
“Seperti unsur barang siapa; dengan maksud; untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum; dengan penggunaan nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, rangkaian kebohongan; menggerakkan atau membujuk orang lain untuk menyerahkan barang, memberi utang, atau menghapus piutang,” bebernya.
Dengan kata lain, menurut dia, Pasal 378 KUHP menjabarkan definisi penipuan sebagai tindakan yang dilakukan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan jalan melawan hukum.
“Sementara terkait kasus dari PT DIM ini sendiri tidak ada unsur yang masuk. Sebab menurut hemat saya, PT DIM tidak membujuk rayu maupun membuat para calon pekerja migran datang ke kantor atau mengiming-imingi sesuatu,” tegas Togar Situmorang.
“Dan untuk dana yang diperuntukan mengurus dokumen di PT DIM itu tidak dibawa kabur, tetapi digunakan untuk kebutuhan calon PMI seperti dokumen dan lainnya. Apalagi PT DIM kooperatif dengan pelapor. Kecuali PT DIM kabur, tidak koperatif, baru itu penipuan,” lanjut advokat kondang yang dijuluki “Panglima Hukum” ini.
Ia menambahkan, posisi PT DIM bukanlah sebagai perusahaan yang melakukan perekrutan dan pengiriman calon PMI atau calon pekerja kapal pesiar (bukan manning agency/ bukan agen penempatan awak kapal). PT DIM hanya berperan sebagai perusahaan yang membantu mengurusi dokumen administrasi calon PMI atau calon pekerja kapal pesiar.
Dokumen dimaksud adalah segala bentuk dokumen yang dibutuhkan calon PMI untuk bisa bekerja di kapal pesiar seperti paspor, visa, buku pelaut, sertifikat pelatihan keamanan bekerja di atas laut/ kapal pesiar seperti Basic Safety Training (BST) dan Crowd And Crisis Management (CCM), dokumen medical check up (tes kesehatan lengkap) dan berbagai dokumen lainnya untuk kebutuhan calon PMI.
“Jadi jumlah uang yang telah dibayarkan para pelapor (calon PMI atau calon pekerja kapal pesiar) ini bervariasi. Ada Rp20 juta dan lebih. Itu semua untuk keperluan dokumen pribadi si pelapor. Dan perlu dicatat, PT DIM tidak pernah menjanjikan mereka bisa lolos bekerja di atas kapal pesiar. Sebab PT DIM hanya mengurusi dokumen. Sedangkan tes penempatan wawancara dan lainnya itu ada lagi agen besarnya. Jadi bukan PT DIM yang melakukan penempatan. PT DIM juga tidak menahan dokumen pelapor. Semua sudah diberikan,” urai Togar Situmorang.
Setelah dokumen disiapkan dan diberikan oleh PT DIM kepada pelapor, maka selanjutnya adalah pelapor berurusan dengan agen besar yang lain untuk penempatan.
“Bisa datang sendiri ke sana atau bisa juga diantar pihak dari PT DIM. Jadi aneh ketika para pelapor belum berangkat atau belum dipanggil wawancara malah dibilang PT DIM melakukan penipuan apalagi TPPO. Sebab PT DIM tidak pernah menjanjikan, mengimingi bisa berangkat ke kapal pesiar, melainkan hanya ngurus dokumen. Pemberangkatannya ke agen besar,” tegas Togar Situmorang.
Ia juga mengingatkan bahwa saat ini masih kondisi pandemi Covid-19. Faktanya sejak setahun lebih, kapal pesiar di dunia tidak beroperasi dengan normal karena pandemi dan adanya lock down di banyak negara.
Pekerja kapal pesiar yang sudah bekerja di atas kapal pesiar bahkan banyak yang dipulangkan. Sementara calon pekerja kapal pesiar yang baru akan berangkat saat ini mayoritas belum bisa berangkat karena kapal pesiar belum dibuka sepenuhnya.
“Jadi kalau dibilang sejak setahun lalu belum bisa berangkat, ya memang benar karena kondisi pandemi dan kondisi global seperti itu, bukan karena ditipu PT DIM. Selain itu dari 15 pelapor, ada satu dua orang masih dalam menempuh pendidikan. Jadi bagaimana juga bisa berangkat? Ini kan lucu dan aneh kalau PT DIM yang dipersalahkan dan dibilang nipu,” urai Togar Situmorang.
Berkaitan dengan adanya tuntutan pengembalian dana dari para pelapor, Togar Situmorang meminta permasalahan ini harus diletakkan secara proporsional. Sebab apa yang dibayarkan pelapor sebagai calon PMI/ calon pekerja kapal pesiar ke PT DIM adalah untuk biaya pengurusan dokumen administrasi untuk keperluan para pelapor sendiri.
Semua keperluan itu sudah dipenuhi/ dilakukan oleh PT DIM dengan memberikan berbagai dokumen yang diperlukan sesuai dengan perjanjian jasa pengurusan dokumen yang disepakati antara PT DIM dan pelapor.
“Kalaupun dianggap ada dana yang perlu dikembalikan oleh PT DIM, ya pelapor harus menunjukkan kuitansi dan menjelaskan dokumen mana yang dianggap belum diberikan atau mana yang dianggap ada biaya yang perlu dikembalikan. Jadi bukan serta merta melakukan pelaporan ke polisi dengan menuduh PT DIM melakukan tindak pidana penipuan dan perdagangan orang,” tandas Togar Situmorang.
Advokat kondang ini lalu membedah mengenai laporan dugaan tindak pidana perdagangan orang yang diduga dilakukan PT DIM oleh kuasa hukum pelapor.
Dijelaskan, perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Suatu tindakan dapat dikatakan sebagai tindak pidana perdagangan orang atau tidak, lanjut dia, perlu diuraikan unsur-unsurnya, yakni ‘Setiap orang; membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah negara Republik Indonesia; dengan maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah negara Republik Indonesia’.
Dari unsur-unsur tersebut, demikian Togar Situmorang, PT DIM tidak pernah melakukan perdagangan orang. Sebab perusahaan ini sama sekali tidak mengumpulkan orang di tempat dan menjual kalau ada pembeli dan tidak pernah menawarkan pada siapapun atau kepada pembeli lain dengan meminta imbalan dari si pembeli tersebut.
“PT DIM kan hanya mengurus dokumen, tidak pernah menawarkan pelapor sebagai calon PMI atau calon pekerja kapal pesiar ke user/ pengguna/ pihak manajemen kapal pesiar. Dan mereka juga kan belum berangkat, jadi apanya yang dibilang memperdagangkan orang. Jadi saya harap kuasa hukum pelapor lebih cermat,” kata Togar Situmorang.
Dari apa yang diuraikan, imbuhnya, tidak ada fakta yang memenuhi unsur atau salah satu dari unsur penipuan dan atau TPPO. PT DIM hanya mengurus dokumen.
Dengan demikian, lanjut Togar Situmorang, sesungguhnya tidak ada masalah antara PT DIM dan calon PMI tersebut. Apalagi mereka dari awal datang sendiri dan semua dokumen yang diurus PT DIM telah selesai untuk mereka gunakan bila sudah ada Job Letter dari perusahan besar yang telah melakukan tes wawancara kepada calon PMI.
Bila calon PMI ingin minta dana dikembalikan, pasti akan dikembalikan oleh PT DIM sesuai dengan SOP dari PT DIM yang telah diselesaikan berupa dokumen mereka dan membawa kuitansi yang berstempel PT DIM.
Sesungguhnya, kata Togar Situmorang, calon PMI hanya ingin dana kembali dan sudah pernah disetujui oleh PT DIM. Dana dimaksud adalah sisa dana dari pengurusan dokumen yang sudah jadi atas nama calon PMI.
“Namun ada oknum yang memprovokasi para calon PMI untuk melaporkan ke kepolisian agar namanya muncul di media massa dan mencantumkan nama partai tertentu serta baper setelah minta sejumlah dana, makanya jadi ditarik ke ranah hukum,” tutur Togar Situmorang.
“Coba tanya kepada kuasa hukum pelapor karena sudah beberapa kali jumpa dengan manajemen PT DIM serta ada permintaan dana tertentu dan kemungkinan ada persaingan usaha dimana selama ini PT DIM selalu sukses dalam mempersiapkan dokumen dan PT besar yang dipercaya memberangkatkan sehingga ada yang baper dan calon PMI yang disiapkan dokumen sudah tahu dari awal tentang PT DIM bukan sebagai perusahaan pemberangkat calon PMI,” lanjut Togar Situmorang.
Setelah menjelaskan secara terang benderang posisi kasus PT DIM dengan calon PMI ini, Togar Situmorang berharap agar penyidik Polda Bali dapat memberikan kesempatan untuk dilakukan Restoratif Justice alias perdamaian antara pelapor dengan PT DIM. Apalagi para calon PMI itu hanya minta dana sisa pengurusan dokumen, dan itu bisa dikembalikan.
“Perlu dicatat bahwa PT DIM tidak ada niat sedikitpun untuk membuat masalah hukum dengan calon PMI sehingga perdamaian itu adalah hal yang terbaik. PT DIM sangat kooperatif mewujudkan perdamaian dengan calon PMI. Jadi jangan ada provokator yang memprovokasi calon PMI,” tutur Togar Situmorang.
Law Firm Togar Situmorang selaku kuasa hukum PT DIM sendiri telah mengirim tanggapan somasi pada tanggal 27 Mei 2021 ke pihak kuasa hukum pelapor/ calon PMI dan sekaligus Somasi 1 dan juga undangan agar datang ke Law Firm Togar Situmorang sekaligus tembusan untuk klarifikasi ke institusi lain termasuk Polda Bali. (KI-01)