Denpasar (KitaIndonesia.Com) – Insiden intoleransi kembali terjadi. Beberapa waktu lalu, upacara keagamaan umat Hindu diprotes warga Yogyakarta. Warga mendesak agar upacara tersebut dihentikan dan bahkan dibubarkan.
Warga menilai, upacara tersebut tidak boleh dilakukan di rumah. Upacara seharusnya dilakukan di tempat ibadah.
Hal ini mendapat catatan dari pengamat kebijakan publik Togar Situmorang, SH, MH, MAP. Ia bahkan mempertanyakan, apakah Yogyakarta masih relevan sebagai city of tolerance, mengingat insiden intoleransi di daerah itu bukan pertama kalinya terjadi.
“Mengenai ibadah di rumah sendiri, apa yang salah? Toh, yang paling penting, tidak mengganggu ketertiban umum. Lalu, apa yang dipermasalahkan?” kata Togar Situmorang, di Denpasar, Kamis (14/11/2019).
“Ketika minoritas meminta izin untuk mendirikan rumah ibadah, tidak diperbolehkan. Namun ketika minoritas beribadah di rumah sendiri, malah dibubarkan. Itu kan intoleransi, dan melanggar HAM namanya,” imbuh advokat senior yang dijuluki Panglima Hukum ini.
Menurut Ketua POSSI Denpasar dan Dewan Penasehat Forum Bela Negara Provinsi Bali itu, UUD 1945 sangat jelas mengatur tentang kebebasan seseorang untuk memeluk suatu agama dan melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinannya. Secara normatif, Negara melalui berbagai instrumennya memberi jaminan kebebasan beragama dan keyakinan bagi warga negaranya, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal.
“Jadi, faktor penegakan hukum yang lemah bisa menjadi alasan mengapa insiden intoleransi kerap kali terjadi di Yogyakarta,” tandas Togar Situmorang, yang meraih penghargaan Indonesia Most Leading Award 2019 dan terpilih sebagai The Most Leading Lawyer In Satisfactory Performance Of The Year, ini.
Ia pun menyoroti peran Negara yang dinilainya kurang hadir, dan kebanyakan masyarakat justru memilih sikap diam karena dinilai aman dalam menghadapi peristiwa kekerasan. Hal itu dapat dilihat dari para pejabat setempat yang tidak berdaya ketika menghadapi sekelompok massa yang datang dengan atribut keagamaan dan membawa aparatnya.
“Walaupun sikap tersebut merupakan pilihan yang relatif aman, di sisi lain dapat membuka peluang para aktor intoleran untuk mengulang peristiwa yang menodai keharmonisan kehidupan bersama,” kata Togar Situmorang, yang juga Ketua Komite Hukum RSU dr Moedjito Dwidjosiswojo Jombang, Jawa Timur.
Ia berpandangan, keberpihakan Negara dalam kasus-kasus pelanggaran hak sipil, perlindungan terhadap kelompok minoritas, dan sanksi terhadap tindakan intoleran, masih jauh dari kata adil. Apalagi karena permainan politik identitas atau “pelintiran kebencian” merupakan strategi yang relatif jauh dari jangkauan aparat Negara, jeratan hukum atau kontrol masyarakat yang sebagian besar relatif bersikap diam.
“Aturan seperti ini (diskriminasi agama) jelas illegal, ini jelas salah, kasihan minoritas yang sering menjadi korban intoleransi dan kekerasan berbasiskan agama dan keyakinan,” tegas Managing Partner Law Office Togar Situmorang & Associates yang beralamat di Jalan Tukad Citarum Nomor 5A Renon, Denpasar dan Jalan Gatot Subroto Timur Nomor 22 Denpasar, Bali itu.
Tidak hanya itu, menurut dia, dampak dari peristiwa demi peristiwa intoleran yang terjadi di Indonesia, membuat Negara ini menjadi salah satu Negara dengan indeks intoleransi paling rendah di dunia.
“Kita tidak menyalahkan pemerintah yang ada pada saat ini, karena situasinya sudah lama ada sebelum era pemerintahan Jokowi. Tapi jelas tak bisa dibiarkan sikap intoleransi dan sejumput aturan yang dipakai sebagai dalih untuk menghambat atau melarang ibadah suatu keyakinan yang diakui pemerintah sendiri,” ujarnya.
Togar Situmorang berharap, pemerintah harus tegas dalam permasalahan seperti ini. Apalagi saat ini, Kabinet Indonesia Maju diisi oleh orang-orang berprestasi.
“Ada keinginan yang kita harapkan, melihat kabinet seperti ini. Ada Tito Karnavian (Mendagri), Fachrul Razi (Menag), Mahfud MD (Menkopolhukam), Yasonna Laoly (Menkumham), dan Sanitiar Burhanuddin (Jaksa Agung). Semoga di pemerintahan Jokowi kali ini, intoleransi bisa diatasi,” pungkas Togar Situmorang, masuk daftar 100 Advokat Hebat versi Majalah Property&Bank. (KI4)