Denpasar (KitaIndonesia.Com) – Pada tanggal 17 Agustus 2021 nanti, Indonesia akan merayakan hari kemerdekaan yang ke-76. Tentu ada banyak catatan mengiringi perjalanan 76 tahun Indonesia merdeka ini.
Salah satunya sebagaimana dilontarkan oleh advokat senior Togar Situmorang, SH, MH, MAP, CMed, CLA, di Denpasar, Rabu 4 Agustus 2021. Menurut dia, ada banyak hal yang masih harus dibenahi ke depan, salah satunya adalah mengenai penegakan hukum.
“Penegakan hukum kita belum sepenuhnya maksimal. ‘Law enforcement’ belum bisa direalisasikan dan diaplikasikan dalam praktik-praktik dengan baik, bahkan cenderung semakin ‘amburadul’ dalam penegakannya dan menimbulkan kegaduhan yang luar biasa di negara hukum (rechtstaat) ini,” ucapnya.
Dikatakan, berjuang melawan para penjajah justru jauh lebih mudah daripada berjuang dalam menegakkan hukum pasca kemerdekaan. Sebab yang dihadapi adalah bangsa sendiri.
“Para penegak hukum kita cenderung mengabaikan rasa keadilan dan menggunakan instrumen hukum sebagai alat kekuasaan, baik bagi penguasa atau bagi golongan-golongan masyarakat tertentu yang mempunyai kekuatan, baik finansial, jabatan, relasi, dan kekuatan lainnya,” ujar advokat berdarah Batak ini.
“Prihatin? Pasti. Apalagi melihat situasi yang terus terjadi dengan penegakan hukum akhir-akhir ini,” imbuhnya.

Ia menyebut, masih hangat dalam ingatan terkait kasus Djoko S Tjandra, yang menampar wajah bangsa yang mengklaim sebagai negara hukum ini. Aparat negara begitu rapuh menghadapi godaan seorang Djoko S Tjandra. Sebab di dalamnya terlibat banyak penegak hukum, antara lain jaksa, advokat, dan polisi.
“Belum lagi Jaksa Pinangki yang terbukti bersalah melakukan tiga tindak pidana dalam kasus korupsi pengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA),” beber Togar Situmorang.
Pertama, Pinangki dinyatakan terbukti menerima uang suap 500.000 Dollar Amerika Serikat dari Djoko Tjandra.
Kedua, Pinangki terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dengan total 375.229 Dollar AS atau setara Rp 5,25 miliar.
Ketiga, Pinangki dinyatakan terbukti melakukan pemufakatan jahat bersama Djoko Tjandra, Andi Irfan Jaya, dan mantan kuasa hukum Djoko Tjandra, Anita Kolopaking.
Kasus lain, lanjut Togar Situmorang, berupa pengadaan lahan di Jakarta, di mana KPK sudah menetapkan tersangka dan menahan 3 orang direksi perusahaan swasta yang terlibat. Negara dirugikan Rp152,5 milliar dalam kasus ini.
“Dalam kasus ini, Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, justru belum diperiksa,” tandas advokat yang juga pengamat kebijakan publik ini.
Ada juga kasus Setya Novanto dengan kasus bakpaonya atau kasus-kasus lain yang masih jauh dalam penanganan dan menimbulkan kegelian kita semua.
Yang tidak kalah viral, menurut Togar Situmorang, adalah kasus kecelakaan Hotman Paris yang sudah memakan korban jiwa seorang sopir (Almarhum Dedi Sulaiman) sejak tahun 2014 dan belum ada kepastian hukum hingga saat ini.
Padahal, kasus ini sudah dalam bentuk Laporan Polisi Nomor LP/ 508/ 33-K/ X/ 2014/ LLJU, tertanggal 5 Oktober 2014.
“Peristiwa kecelakaan Hotman Paris tersebut menghilangkan nyawa orang, menggunakan mobil supercar Lamborgini dengan nomor polisi B-333-NIP yang menabrak Mobil Box nomor polisi B-89642-BCL yang sampai saat ini belum ada kejelasan statusnya oleh pihak kepolisian,” urai Togar Situmorang.
Kondisi serupa juga terjadi dengan kasus-kasus yang ditangani oleh Law Firm Togar Situmorang. Seperti advokat yang dilaporkan ke Polresta Denpasar dengan tuduhan penggelapan. Padahal itu merupakan kasus perdata wanprestasi.
Ada juga kasus WNA yang dikenakan pasal penganiayaan yang tetap dilanjutkan ke persidangan. Padahal sudah ada perdamaian dengan korban serta korban sudah membuat surat ke Kapolsek Kuta Selatan, untuk meminta mencabut Dumas yang dilakukan.
Tetapi belakangan setelah pelimpahan P21, berkas penting perdamaian dan surat pencabutan Dumas justru tidak dimasukan dalam berkas WNA tersebut.
“Bahkan sempat terjadi argumen juga tentang ada kuasa hukum. Setelah semua dijelaskan baru pihak Kejaksaan menerima dan kami juga telah bersurat untuk mohon diberikan restorative justice dari pihak Kejaksaan dan semoga dikabulkan,” ucapnya.
Kasus lainnya yang ditangani Law Firm Togar Situmorang, adalah seorang anggota TNI yang memiliki lahan hasil jual beli yang sah, namun dikuasai oleh orang lain yang hanya berdasarkan surat perjanjian dengan pemilik lahan sebelumnya.

“Dari berbagai catatan kasus ini, apa sebenarnya yang terjadi dengan bangsa ini setelah 76 tahun merdeka, belum sepenuhnya penegakan hukum mencerminkan hukum sebagai panglima. Sebab pada kenyataannya, hukum sebagai panglima tidak dapat dilaksanakan dan dirasakan dengan baik, bahkan justru disimpangi dan tidak sesuai dengan harapan ‘Law For Justice‘,” tegas advokat yang sering disapa “Panglima Hukum” ini.
Penegakan hukum, kata dia, masih sebatas angan-angan persamaan hukum (Equality Before The Law) bagi masyarakat. Hal itu tercermin dengan masih adanya praktik diskriminasi, kriminalisasi, obscur of justice, corruption of justice dan sebagainya.
“Ketahanan nasional kita rapuh, bisa dipermainkan oleh lurah, institusi Polri dengan pangkat Brigjen dan oknum Jaksa bergelar Doktor hingga Advokat,” tudingnya.
Advokat sebagai Quard Of Constitusion sekaligus memiliki peran yang sangat dominan mulai dari penyelidikan sampai dengan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK) untuk penegakan hukum yang vital, demikian Togar Situmorang, sudah seharusnya menjalankan profesi sesuai dengan Kode Etik Advokat Indonesia demi menjaga marwah profesi yang terhormat (Officium Nobile).
Advokat tidak boleh sekadar mengejar popularitas dan uang, tetapi melaksanakan penegakan hukum dan memperjuangkan keadilan bagi masyarakat pencari keadilan sesuai dengan tujuan utama profesi advokat.
“Secara konstitusional, pemerintahlah yang bertanggungjawab terhadap tercapainya tujuan negara, dan penegak hukum menjadi bagian darinya. Untuk itu, sudah saatnya penegak hukum berpikir panjang dengan orientasi adil-makmurnya masa depan. Jangan sampai rakyat menyelesaikan persoalan dengan caranya sendiri tanpa terkendali, dan menjadikan kalimat ‘tidak merasakan hadirnya negara’ sebagai alasan,” ujarnya mengingatkan.
Dalam perspektif ini, lanjut Togar Situmorang, membangun dan menjaga kepercayaan rakyat merupakan pencapaian. Ketika rakyat menaruh kepercayaan kepada negara, maka rakyat dapat dengan mudah mengikuti petunjuk dan peraturan yang berlandaskan pada rasionalitas antara metode pencapaian dengan perwujudan tujuan.
“Kesadaran penegak hukum untuk kembali berjuang dengan orientasi tegaknya kebenaran dan keadilan, menjadikan kita sebagai sebuah bangsa tidak lagi atau hanya sibuk untuk mengurusi penyakit yang menggerogoti sendi-sendi bernegara, dapat lebih memusatkan perhatian pada kemajuan bangsa, sebagaimana jargon ‘Indonesia Maju’ yang diusung pemerintah bersama program-programnya,” tegas Togar Situmorang.
“Dengan begitu, kemerdekaan penegakan hukum dapat diwujudkan. Tidak lagi menjadi harapan yang palsu, tetapi berwujud nyata dan benar-benar dapat dirasakan,” pungkas CEO & Founder Law Firm Togar Situmorang yang berkantor pusat di Jalan Tukad Citarum Nomor 5A Renon, Denpasar Selatan dan Cabang di Jalan Kemang Selatan Raya Nomor 99 Gedung Piccadilly, Jakarta serta Jalan Pengalengan Raya Nomor 355 Bandung, Jawa Barat ini. (KI-01)